Kamis, 28 September 2017

Trip to Gunung Kidul

1000 Langkah tanpa Lelah


Kamis, 24 Agustus 2017,
Masih di bulan Agustus dan tentunya masih dengan semangat 45 nya, kami ada aku, Heny, Samsi, dan Epin (anak kos BuTutik) berhasil merealisasikan rencana beberapa hari yang lalu. Rencana yang berakhir dengan agenda, bukan wacana. Tidak seperti sebelum- sebelumnya.
Berangkat Kamis pagi pukul 6.30, yang seharusnya dijadwalkan akan berangkat pukul 5.00, sudah wajar bagi kami. Tidak hanya kami, bahkan warga Indonesia pada umumnya. Suatu kebiasaan tidak disiplin waktu yang dianggap tidak ada yang salah, tetapi aneh jika ada orang yang benar-benar disiplin dengan ketepatannya. Intinya, yang salah dianggap biasa, sedangkan yang benar dianggap aneh. Itulah perkembangan manusia sesuai rotasinya.
Pertama, kami singgah sebentar di rumah Epin. Kami tiba 2 jam lebih setelah keberangkatan yaitu kira-kira pukul 8.40 WIB. Lokasinya tepat di Kecamatan Rongkop, salah satu kecamatan di Gunung Kidul yang letaknya sudah berbatasan dengan Pracimantoro Jawa Tengah. Rongkop sudah termasuk kecamatan . . . .
Singgah sebentar di rumah Epin, kami menikmati suguhan sisa-sisa rasulan semalam. Sebuah tradisi dari Gunung Kidul yang dilakukan setelah panen tiba. Bertujuan tak lain adalah sebagai upaya bersih desa dari hal-hal yang tidak diinginkan. Rasulan dilakukan selama satu hari penuh, dengan acara berpusat di balai desa. Tiap desa sudah menetapkan waktunya masing- masing. Sedangkan tiap rumah/ tiap keluarga di minta untuk menyajikan makanan sesuai pembagian masing-masing. Acara terdiri dari doa bersama dan penampilan dari kesenian tradisional setempat.
Kami belum memastikan tujuan wisata kami mau kemana. Ngobrol sedikit dengan Tatung (panggilan untuk kakek Epin), beliau menyarankan bahwa pantai Wediombo merupakan pantai terdekat dengan lokasi kami saat ini. Walaupun anak lokal, Epin tak tahu arah tujuan yang harus dilalui. Saatnya kami gunakan aplikasi canggih era sekarang, google map. Sebuah aplikasi andalah bagi mereka yang tidak tahu arah. Segala macam lokasi dapat dengan mudah ditelusuri, hanya dengan modal gadget dengan quota internet. Itulah teknologi keluaran manusia modern musim ini. Entah apa lagi teknologi yang akan diluncurkan manusia 10 tahun kedepan. Mungkinkah ada pintu ajaib yang langsung bisa menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lain, semacam pintu ajaib doraemon??
Perjalanan kami mulai kira-kira pukul 10.00 WIB. Awalnya ragu dengan perjalanan ini. Perjalanan yang hanya bermodal GPS dan dengan nyali kami yang tipis. Tak lain yang menguatkan kami adalah niat dan nekat. Memang tujuan awal kami ke Gunung Kidul adalah tak lain untuk menyusuri pantai.
Kami lalui jalanan penuh tikungan tajam, kanan kiri jurang, jalan berbatupun masih ada. Pandangan di fokuskan hanya pada jalanan. Sedikit cemas, takut dan kebetulan posisiku yang mengendarai sepeda motor saat itu. Ada satu nyawa teman yang ku kendalikan saat iitu. Oleng sedikit selesai sudah perjalananmu teman.
Kira- kira 40 menit perjalanan dari rumah Epin ke pantai pertama yang kita kunjungi, yaitu pantai Jungwok yang letaknya di Kecamatan  Girisubo. Terbayar sudah perjalanan yang menegangkan ini. Pantai dengan pasir putihnya yang indah, bukit di kanan kiri pantai, dan kebetulan kunjungan kami pada weekday sehingga pengunjung juga tidak terlalu ramai. Hampir jam 11.00, matahari mulai memuncak di atas ubun-ubun. Kami putuskan untuk singgah agak lama menikmati suasana pantai dengan menyewa tikar yang sudah tersedia dan menyantap bekal yang sudah kami bawa dari rumah Epin, sambil kami menunggu waktu zuhur tiba. Ngobrol, curhat, seru-seruan, nggak cuma asyik foto-foto, selfie-selfie, kali ini perjalananku bisa benar-benar dinikmati.
Jam 13.00 kami melanjutkan perjalanan. Sesuai dengan pengarahan dari mbak-mbak pemilik warung yang baik hati, kami akan menyusuri beberapa pantai. Ada 5 macam pantai yang akan kami susuri. Namun harus dengan sedikit pengorbanan, berupa pengorbanan tenaga khususnya.
Titik awal kami berjalan dari arah terminal. Sempat bingung, jalan mana yang akan dilalui. Kamipun bertanya pada bapak penjaga terminal. Ternyata sudah ada petunjuk di setiap tikungan. Tak disangka, jalan yang kami lalui tidak seperti yang kami bayangkan. Jalan setapak yang cuma bisa dilewati satu orang, melewati perkebunan warga, kandang sapi yang luar biasa baunya. Tak sedikit juga kami menemui gua-gua yang masih menyeramkan. Awalnya kami ragu dengan perjalanan yang begitu jauh. Masih ada beberapa bukit didepan mata yang masih harus dilewati. Sempat kami berpikir untuk mengurungkan niat dan kembali ke titik awal. Untungnya salah satu dari kami merupakan penggiat pramuka yang juga hobi dalam berpetualang. Dialah yang selalu menguatkan kami untuk selalu melangkah ke tujuan akhir kami. Menurutnya, sesuatu yang diawali dengan perjalanan berat maka hasilnya pasti akan memuaskan.
Tidak salah memang kalimat itu. Kami telah sampai ke pantai yang kedua, panta Greweng. Masih sama seperti pantai sebelumnya. Pasir putih, dua bukit. Kebetulan saat kami tiba disini, ombaknya sedikit surut. Walaupun saat kami mulai turun menyapa ombak, salah satu dari kami langsung terguyur ombak. Karena memang sudah kodratnya, kalau main ke pantai itu sudah semestinya basah-basahan dengan si manja ombak.
Selanjutnya perjalanan kami ke bukit Kalong. Bukan pantai, ini sejenis bukit yang berhubungan langsung dengan pantai di bawahnya. Ada satu bukit lagi yang berdekatan, dengan jembatan kecil yang menghubungkan keduanya. Dengan tarif 15k, pengunjung bisa beralih ke bukit seberang. Tak sempat kami menyeberangi jembatan, kami hanya melihat dari kejauhan. Banyak hal yang kami perhitungkan, waktu dan terutama uang saku dari emak yang mendingan dibuat makan siang.
Sebentar saja waktu kami di bukit Kalong. Kamipun beralih ke pantai selanjutnya, pantai Sedehan. Tata letaknya hampir sama seperti  pantai Greweng. Pantai pasir putih, dan dua bukit di kanan kirinya. Hanya saja kami tak sempat bermain air. Kami sudah terlalu lelah dengan perjalanan. Kami berpikir, masih adakah sisa-sisa tenaga yang bisa kami keluarkan untuk bekal kembali ke titik awal nantinya? Jalan pulangpun kami ragu ke arah mana.
Untungnya, kami menemukan sepasang pujangga yang berhasil kami buntuti kepulangannya. Kami mengikutinya hingga ke sebuah warung makan, sepeda motor mereka ternyata sudah menyapanya mengajak pulang. Kami ditinggal, disuruh mencari jalan pulang sendiri. Hanya ada bapak pemilik warung yang bisa kami gali informasi mengenai jalan pulang. Menurutnya kami bisa sampai ke titik awal kami kira- kira dalam perjalanan 1 jam. Kamipun dibuat shok seketika.
Perjalanan pulang masih sama seperti saat keberangkatan awal tadi. Masih naik turun bukit, hutan, kandang sapi, perkebunan, dan warna- warni alam lainnya yang menemani kami. Energi sangat kami hemat, berhenti sejenak saat benar-benar lelah, sambil menikmati sisa bekal tadi dan menenggak air mineral dari satu botol untuk empat mulutpun kami mulai biasa. Saat lelah mulai reda, kami lanjutkan perjalanan. Dan akhirnya tidak seperti yang diperkirakan bapak warung tadi. Perjalanan tidak sampai makan waktu 1 jam, kami telah tiba di titik awal, terminal lama.  
Legaa benar- benar lega, bisa kembali ke rumah masing- masing dengan pengalaman yang begitu mengesankan. Terimakasih untuk teman- teman yang telah meluangkan waktu untuk merealisasikan rencana yang aku buat jauh- jauh hari. Itu memang rencana yang benar- benar aku inginkan. Setelah merasakan stres dan penat dari rangkaian kurikulum ini, aku memang ingin sekali keluar ke alam, mencari hal- hal baru yang luar biasa seperti perjalanan saat ini.

Dan petualangan ini nggak hanya berhenti sampai disini aja. Next trip kita kemana lagi yaaa???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gasskeun Curug Muncar

Assalamualaikum. . Halo halo sahabat petualang lokal. . emm setelah sekian lama nggak update dolan, aku mau cerita sedikit nih menge...